BIOENERGI SEBAGAI ENERGI
TERBARUKAN (RENEWABLE ENERGY)
Dengan
adanya kesadaran tentang perubahan iklim global dan semakin menipisnya
persediaan bahan bakar fosil, maka negara-negara di dunia mulai mengembangkan
penyediaan energi dengan energi alternatif non fosil. Dari antara energi alternatif yang ada, energi
yang berasal dari makhluk hidup, yang disebut energi hayati atau bioenergi,
mendapatkan perhatian yang serius dalam pengembangannya dan diharapkan memegang
peranan utama dalam penyediaan energi non fosil.
Bioenergi
adalah energi terbarukan yang dibuat dari bahan yang berasal dari sumber
hayati/biologis. Sumber utama bioenergi adalah biomassa, yang dihasilkan dari berbagai bagian dari makhluk hidup atau materi organik yang dihasilkannya. Bioenergi merupakan salah satu dari beragam
sumber daya yang tersedia untuk membantu memenuhi permintaan energi dunia. Ini tergolong bentuk energi terbarukan yang
berasal dari bahan organik yang hidup baru-baru ini yaitu biomassa,
yang dapat digunakan untuk menghasilkan bahan bakar transportasi, panas,
listrik, dan serta berbagai produk. Biomassa adalah bahan organik yang menyimpan sinar matahari dalam
bentuk energi kimia (Wikipedia, https://en.wikipedia.org/wiki/Bioenergy).
Bioenergi
merupakan bentuk energi tertua yang digunakan oleh manusia; akan tetapi pada abad
moderen ini juga merupakan sumber energi alternatif untuk keluar dari
ketergantungan kepada bahan bakar fosil dan untuk mengurangi emisi karbon yang
dapat mendorong percepatan pemanasan global. Sebagai hasil dari kebijakan iklim
dan energi di berbagai negara di dunia, penggunaan bioenergi
berkembang pesat, khususnya Eropa. Memang disadari penggunaan bioenergi, bagaimanapun, tetap menghasilkan kabon dioksida (CO2) dan ekstraksinya dapat menyebabkan sejumlah masalah
lingkungan. Namun berbagai studi ilmiah dapat menjelaskan bahwa untuk
memproduksi bioenergi melalui produksi biomassa dari tumbuhan misalnya juga meningkatkan
penyerapan CO2 dari atmosfer untuk fotosistesis, sehingga produksi bioenergi dengan
cara ini seringkali bersifat netral
karbon, atau serapan dan emisinya seimbang.
Biomassa Sebagai Sumber Energi Terbarukan. Biomassa adalah sumber energi terbarukan yang
berasal dari bahan nabati, alga dan lain-lain, yang meliputi: (a) limbah tanaman pertanian, (b) limbah hutan,
(c) rumput yang ditanam khusus atau energy crops, (d) tanaman energi kayu, (e)
mikroalga, (f) limbah kayu kota, dan (g) sampah makanan dan limbah rumahtangga. Biomassa
tersebut merupakan sumber energi terbarukan yang serbaguna. Ini dapat dikonversi menjadi
bahan bakar transportasi cair yang setara dengan bahan bakar berbasis fosil,
seperti bensin, bahan bakar pesawat terbang, dan bahan bakar diesel. Teknologi
bioenergi memungkinkan penggunaan kembali karbon dari biomassa dan aliran
limbah menjadi bahan bakar rendah emisi untuk mobil, truk, jet, kapal; untuk
bioproduk; dan pemanfaatan energi terbarukan lainnya.
Bioenergi Bermanfaat Untuk Industri. Bioenergi yang melimpah dan terbarukan dapat
berkontribusi untuk masa depan yang penyediaan energi yang lebih aman, berkelanjutan, dan sehat secara
ekonomi dengan cara: (a) Memasok sumber
energi bersih domestik, (b) Mengurangi ketergantungan pada minyak atau energi
dari fosil lainnya, (c) Membuka lapangan pekerjaan baru, dan (d) Dapat merevitalisasi
ekonomi perdesaan. Sebagai
gambaran, Departemen Energi Amerika Serikat pada tahun 2016 menyimpulkan bahwa
negara tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan 1 miliar ton kering sumber
daya biomassa non-pangan setiap tahun pada tahun 2040 dan masih mampu memenuhi
permintaan makanan, pakan, dan serat. Satu miliar ton biomassa dapat
menghasilkan hingga 50 miliar galon bahan bakar hayati (biofuel); menghasilkan 50 miliar pound bahan
kimia dan produk-produk berbasis bio (bioproduk ); menghasilkan 85 miliar kilowatt-jam listrik
untuk memberi daya pada 7 juta rumah tangga; menyediakan 1,1 juta pekerjaan ke
kegiatan ekonomi; serta menghasilkan simpanan dana $ 260 miliar bagi negara tersebut [1].
Bioenergi Untuk Transportasi. Biomassa dapat dikonversi menjadi bahan bakar
cair, antara lain dikenal sebagai biofuel, untuk
transportasi. Biofuel meliputi etanol selulosa, biodiesel, dan bahan bakar drop-in hidrokarbon terbarukan. Dua jenis biofuel yang paling umum
digunakan saat ini adalah bioetanol dan biodiesel. Biofuel dapat digunakan pada
pesawat terbang serta sebagian besar kendaraan darat dan laut. Bahan bakar
transportasi terbarukan yang secara fungsional setara dengan bahan bakar minyak
bumi tersebut menurunkan intensitas emisi karbon kendaraan dan pesawat terbang.
Bioenergi Untuk Produksi Panas dan Listrik
(Biopower). Teknologi biopower mengubah
bahan bakar dari biomassa terbarukan menjadi panas dan listrik menggunakan proses
seperti yang digunakan dengan bahan bakar fosil. Ada beberapa cara untuk memanen energi yang
tersimpan dalam biomassa untuk menghasilkan biopower, yaitu: pembakaran, pembusukan
bakteri, dan konversi menjadi gas atau bahan bakar cair. Biopower dapat
menunjang pemenuhan kebutuhan bahan bakar karbon yang dibakar pada pembangkit listrik, sehingga menurunkan
intensitas emisi karbon dari pembangkit listrik. Tidak seperti beberapa bentuk
energi terbarukan yang penyediaan energinya dapat terputus-putus, biopower dapat meningkatkan
fleksibilitas pembangkit listrik dan meningkatkan keandalan jaringan listrik.
Produksi Bioproduk atau Komoditas
Sehari-hari Yang Dibuat Dari Biomassa.
Selain mengubah biomassa menjadi biofuel untuk penggunaannya pada
kendaraan, biomassa juga dapat berfungsi sebagai alternatif terbarukan dalam
pembuatan berbagai bioproduk, seperti plastik, pelumas, bahan kimia industri, dan banyak
produk lainnya yang saat ini berasal dari minyak bumi atau gas alam. Meniru
model kilang minyak yang ada, biorefineries terintegrasi dapat menghasilkan
bioproduk sekaligus juga manghasilkan biofuel. Strategi produksi bersama ini menawarkan pendekatan
yang lebih efisien, hemat biaya, dan terintegrasi untuk penggunaan sumber daya
biomassa yang ada. Pendapatan yang dihasilkan dari bioproduk juga menawarkan
nilai tambah, meningkatkan ekonomi operasi biorefinery, dan menciptakan biofuel
yang lebih kompetitif dari segi biaya.
Bioenergi Bersifat Ramah Lingkungan
Pembakaran biomassa memang melepaskan CO2. Tetapi, karena melepaskan jumlah karbon yang seimbang dengan bahan organik yang digunakan untuk memproduksinya, diserap dari udara tanaman ketika tanaman memproduksinya, sehingga produksi dan penggunaan bioenergi tidak merusak keseimbangan karbon atmosfer. Sebagai perbandingan, pembakaran bahan bakar fosil melepaskan karbon yang telah terkunci selama jutaan tahun dalam kerak bumi sejak masa ketika atmosfer bumi sangat berbeda. Ini menambahkan lebih banyak CO2 ke atmosfer saat ini dan akibatnya mengubah keseimbangan karbon.
Keberlanjutan dan manfaat lingkungan dari pemanfaatan bioenergi bergantung pada dua hal, yaitu apakah bahan bakunya dari limbah atau dari tanaman energi (energy crops).
Bahan baku dari limbah. Limbah biomassa mengeluarkan gas secara alami ketika membusuk, misalnya di tempat pembuangan sampah. Jika ini terjadi di tempat di mana tidak ada oksigen, seperti limbah makanan yang terkubur jauh di dalam tempat pembuangan sampah, itu dapat menghasilkan metana yang merupakan gas rumah kaca yang jauh lebih kuat daripada karbon dioksida. Alih-alih membiarkan metana terlepas ke atmosfer, mengumpulkannya kedalam tangki tertutup memungkinkannya dibakar atau digunakan sebagai bahan bakar (biogas). Membakar metana akan melepaskan CO2 dan air, yang tentunga lebih baik bagi lingkungan dibandingkab melepaskan metana.
Tanaman energi. Tanaman energi ditanam secara khusus untuk menghasilkan energi, baik pada pertanian ataupun kehutanan. Tidak seperti menangkap metana dari limbah, dengan cara ini tidak ada argumen bahwa membakar metana mengurangi gas rumah kaca yang seharusnya tetap dilepas ke atmosfer. Memproduksi bahan bioenergi dengan menanam tanaman energi bisa bersifat rendah emisi karbon jika dikelola secara berkelanjutan. Misalnya, ketika biomassa dari tanaman energi dibakar, sejumlah tanaman yang setara harus ditanam, yang akan menyerap jumlah karbon yang sama dengan yang dilepaskan pada proses pembakaran.
Bioenergi Bersifat Ramah Lingkungan
Pembakaran biomassa memang melepaskan CO2. Tetapi, karena melepaskan jumlah karbon yang seimbang dengan bahan organik yang digunakan untuk memproduksinya, diserap dari udara tanaman ketika tanaman memproduksinya, sehingga produksi dan penggunaan bioenergi tidak merusak keseimbangan karbon atmosfer. Sebagai perbandingan, pembakaran bahan bakar fosil melepaskan karbon yang telah terkunci selama jutaan tahun dalam kerak bumi sejak masa ketika atmosfer bumi sangat berbeda. Ini menambahkan lebih banyak CO2 ke atmosfer saat ini dan akibatnya mengubah keseimbangan karbon.
Keberlanjutan dan manfaat lingkungan dari pemanfaatan bioenergi bergantung pada dua hal, yaitu apakah bahan bakunya dari limbah atau dari tanaman energi (energy crops).
Bahan baku dari limbah. Limbah biomassa mengeluarkan gas secara alami ketika membusuk, misalnya di tempat pembuangan sampah. Jika ini terjadi di tempat di mana tidak ada oksigen, seperti limbah makanan yang terkubur jauh di dalam tempat pembuangan sampah, itu dapat menghasilkan metana yang merupakan gas rumah kaca yang jauh lebih kuat daripada karbon dioksida. Alih-alih membiarkan metana terlepas ke atmosfer, mengumpulkannya kedalam tangki tertutup memungkinkannya dibakar atau digunakan sebagai bahan bakar (biogas). Membakar metana akan melepaskan CO2 dan air, yang tentunga lebih baik bagi lingkungan dibandingkab melepaskan metana.
Tanaman energi. Tanaman energi ditanam secara khusus untuk menghasilkan energi, baik pada pertanian ataupun kehutanan. Tidak seperti menangkap metana dari limbah, dengan cara ini tidak ada argumen bahwa membakar metana mengurangi gas rumah kaca yang seharusnya tetap dilepas ke atmosfer. Memproduksi bahan bioenergi dengan menanam tanaman energi bisa bersifat rendah emisi karbon jika dikelola secara berkelanjutan. Misalnya, ketika biomassa dari tanaman energi dibakar, sejumlah tanaman yang setara harus ditanam, yang akan menyerap jumlah karbon yang sama dengan yang dilepaskan pada proses pembakaran.
Pustaka: [1] Rogers, J. N., B.
Stokes, J. Dunn, H. Cai, M. Wu, Z. Haq, H. Baumes. 2016.