Plant Breeding

PLEASE APOLOGIZE.  THIS SITE IS UNDER CONSTRUCTION.  THIS IS A TRIAL POSTING.

1.      Pengertian Pemuliaan Tanaman
Kebutuhan akan pangan terus meningkat sejalan dengan peningkatan penduduk di Indonesia maupun di dunia.  Sejalan dengan itu kebutuhan akan sandang, perumahan dan kebutuhan hidup lainnya, yang sebagian dipenuhi dari kegiatan pertanian dalam arti luas, juga meningkat.   Peningkatan produksi merupakan upaya untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan dan lain-lain, dan salah satunya dengan menggunakan varietas unggul tanaman pertanian. Perbaikan sifat-sifat tanaman akan menunjang peningkatan produktivitas tanaman. Ilmu pemuliaan merupakan ilmu terapan dari ilmu genetika, dan bersama-sama dengan ilmu-ilmu alam yang lain berkontribusi untuk menghasilkan varietas unggul. Ilmu-ilmu lain tersebut diantaranya  botani, fisiologi, penyakit, hama, dan statistik.
            Pemuliaan tanaman dapat didefenisikan sebagai:
1)      Suatu paduan antara seni dan ilmu dalam rangka mengubah dan memperbaiki susunan genetik dari satu atau beberapa sifat penting dari populasi tanaman menjadi bentuk yang lebih bermanfaat (unggul) bagi manusia,
2)   Suatu metode atau teknik secara sistematik merakit keragaman genetik secara konvensional maupun nonkonvensional sehingga diperoleh tanaman-tanaman unggul baru yang lebih bermanfaat bagi manusia.
Pelaku pemuliaan tanaman disebut pemulia tanaman. Karena pengetahuannya, seorang pemulia tanaman biasanya juga menguasai agronomi dan genetika. Tugas pokok seorang pemulia tanaman adalah merakit kultivar yang lebih baik, yang memiliki ciri-ciri yang khas dan lebih bermanfaat bagi penanamnya. Kultivar juga dikenal awam sebagai varietas.

Terdapat beberapa alasan mengapa pemuliaan tanaman dilakukan.  Alasan-alasan itu adalah: 
1)      Menjawab masalah kebutuhan pangan, pakan dan nilai gizi.
2)      Menjawab kebutuhan untuk mengadaptasikan tanaman terhadap cekaman lingkungan,
3)      Menjawab kebutuhan untuk mengadaptasikan tanaman pada system produksi pertanian tertentu,
4)      Mengembangkan karakteristik tanaman sesuai kebutuhan dan selera konsumen,
5)      Memenuhi kebutuhan industri.
Sebelum program pemuliaan terhadap suatu tanaman dilakukan, perlu ditentukan tujuan yang ingin dicapai. Penentuan tujuan didasarkan permasalahan pada tanaman yang akan diperbaiki, serta kebutuhan konsumen dan produsen.  Tujuan pemuliaan tanaman secara umum adalah untuk memperoleh varietas baru dengan sifat-sifat yang menguntungkan bagi penanam dan pemakai. Tujuan pemuliaan tanaman dapat diuraikan sebagai berikut :
1)      Mendapatkan varietas dengan hasil tinggi dan adaptif terhadap lingkungan,
2)      Mendapatkan varietas yang toleran terhadap lingkungan abiotik maupun biotic,
3)      Mendapatkan varietas dengan kualitas baik seperti rasa, gizi, warna, ukuran, dan lain-lain,
4)      Mendapatkan tanaman yang mempunyai nilai estetika,

2.  Asal dan Sejarah Perkembangan Pemuliaan Tanaman
Pemuliaan tanaman dimulai setelah berkembangnya kegiatan pertanian oleh manusia primitif melalui gaya hidupnya dari memburu sampai menjadi penghasil tanaman-tanaman dan hewan-hewan terpilih/terseleksi. Perubahan gaya hidup dari pemburu menjadi produsen tidak terjadi mendadak tetapi melalui proses dan waktu yang panjang. Mereka mengubah tanaman-tanaman yang hidup bebas (termasuk tipe liar) menjadi tanaman yang dapat dibudidayakan, yang dikenal sebagai  varietas-varietas budidaya. Selama periode tersebut manusia memburu, menemukan, menyeleksi dan menanam tanaman-tanaman terpilih. Kegiatan ini merupakan  teknik dasar pemuliaan tanaman  yang disebut dengan “seleksi”.
Adanya seni didalam membedakan variasi biologi dalam populasi untuk mengidentifikasi dan menentukan varian-varian yang diinginkan. Seleksi menunjukkan tergantung kepada adanya keragaman. Pada awal dari pemuliaan tanaman, keragaman dimanfaatkan secara alamiah sehingga terbentuklah varian-varian dan komoditas tanaman budidaya dari spesies kerabat liar. Varian adalah bentuk yang berbeda dari individu-individu lainnya dalam populasi.  Perkembangan selanjutnya, seleksi didasarkan pada intuisi, pangalaman dan keahlian para pelakunya. Bentuk seleksi tersebut dilakukan oleh para petani dengan menyimpan benih-benih dari tanaman-tanaman yang kelihatan terbaik untuk digunakan pada musim tanam berikutnya. Sekarang ini, teknik seleksi lebih didasarkan pada ilmu pengetahuan khususnya genetika untuk membentuk proses seleksi yang lebih tepat dan efisien.

2.1. Pemuliaan Tanaman Sebelum Mendel
Para pemulia tanaman di masa lampau belum dapat membentuk varian-varian baru tetapi tergentung pada yang sudah ada di alam.  Akan tetapi, pemulia tanaman moderen mampu membentuk varian-varian baru yang sebelumnya tidak terjadi dalam populasi secara alamiah.
Berikut ini diuraikan ntentang tonggak-tonggak sejarah perkembangan pemuliaan tanaman:
700 sebelum Masehi;   catatan purbakala menunjukkan bahwa bangsa Assyrians dan Babylonia telah melakukan persilangan buatan pada tanaman korma.
Tahun 1694;  R.J. Camerarius  (atau Rudolph Camerer) dari Jerman pertama kali melaporkan reproduksi seksual pada tanaman. Melalui percobaannya, ia menemukan bahwa serbuk sari dari bunga-bunga jantan sangat diperlukan untuk terjadi pembuahan dan perkembangan biji pada tanaman betina.
Tahun 1769-1766;  Joseph Koelreuter pertama kali memperkenalkan penelitian secara sistimatik dengan menghibridisasi tanaman (persilangan tetua yang tidak mirip secara genetik) dari sejumlah spesies tanaman. 
Tahun 1717;  Thomas Fairchild, seorang dari Inggris, melakukan suatu persilangan antar spesies, yaitu antara Dianthus berbatus dengan D. caryophyllis.
Tahun 1716; seorang Amerika benama Cotton Mather mengamati pengaruh tongkol jagung kuning yang tumbuh kemudian menghasilkan tongkol warna biru atau merah dengan biji-biji juga berwarna biru dan merah. Hasil ini terjadi dari penyerbukan silang secara alamiah.
Tahun 1707-1778; seorang ahli botani dari Swedia bernama Carolus Linnaeus mengembangkan sistem klasifikasi binomial pada tanaman, yang sangat bernilai dan digunakan saat ini.
Tahun 1856;  Louis Leveque de Vilmorin, dari keluarga Vilmorin pengangkar benih, mendirikan Institut Vilmorin Breeding di Prancis sebagai instituti pertama yang berdedikasi pada bidang pemuliaan tanaman, dan juga menghasilkan kultivar-kultivar baru. Dia menggunakan teknik pemuliaan, yang disebut Uji Turunan (menanam turunan dari hasil suatu persilangan untuk tujuan evaluasi genotipe-genotipe tetua) untuk meningkatkan kandungan gula dari bit gula (sugarbeet) liar.

2.2. Pemuliaan Tanaman Masa Kini (setelah Mendel)
Pemuliaan tanaman modern tergantung pada dasar-dasar genetika yang merupakan ilmu pewarisan sifat sebagaimana ditemukan oleh Gregor Mendel dan dipublikasi tahun 1865. Digambarkan bagaimana faktor yang menentukan suatu sifat yang spesifik diteruskan dari tetua ke generasi selanjutnya. Hasil kerja Mendel ini ditemukan kembali tahun 1900, setelah dikonfirmasi oleh E. Von Tschermak, C. Correns, dan H. de Vries. Hasil-hasil penelitian ini menjadi dasar bagi genetika moderen. Studi Mendel melahirkan konsep gen, yaitu faktor yang menyandikan sifat-sifat, dan diteruskan melalui proses seksual ke turunan. Hasil percobaan Mendel diformulasikan sebagai aturan dasar pewarisan sifat menurun yang disebut Hukum Mendel.
Tahun 1898;  W.A. Orton, mengembangkan pemuliaan untuk ketahanan terhadap penyakit, khususnya penyakit layu pada kapas
Tahun 1903;  seorang ahli botani Denmark bernama Wilhelm Johannsen menerapkan genetika pada pemuliaan dan mengembangkan teori galur murni (pureline) pada tanaman buncis (bean). Hasil kerjanya menjadi dasar bagi para peneliti lain tentang teknik seleksi yang digunakan untuk menghasilkan keseragaman. Kultivar-kultivar hasil pemuliaan setelah melalui seleksi dari turunan hasil persilangan sendiri (melalui selfing yang berulang) diperoleh galur-galur dengan homozigositas tinggi.
Tahun 1904;  G.H. Shull melakukan silang dalam (inbreeding) pada tanaman jagung di New York dan menemukan adanya fenomena heterosis. Peneliti-peneliti berikutnya menghasilkan jagung hibrida yang menunjukkan keberhasilan pada tanaman menyerbuk silang. Vigor hibrida pada jagung ini selanjutnya dimanfaatkan pada beberapa tanaman lain seperti  sorghum, bawang sugarbeet, tembakau dan bunga matahari.
Tahun 1919; D. F. Jones mengemukakan ide tentang persilangan tunggal (single cross) yang selanjutnya diusulkan konsep persilangan ganda (double cross), yang melibatkan suatu persilangan antara dua persilangan tunggal. Teknik ini dilakukan untuk menghasilkan biji jagung hibrida komersial yang bernilai secara ekonomi.

Penerapan genetika dalam perbaikan genetic tanaman mengalami kesuksesan luar biasa beberapa tahun berikutnya. Perkembangan pesat pemuliaan tanaman pada saat itu mendorong revolusi di bidang pertanian yang disebut Revolusi Hijau.

Tahun 1970;   N.E. Borlaug menerima hadiah Nobel karena kontribusinya bagi produksi pangan dunia melalui pemuliaan tanaman dengan menghasilkan gandung dengan hasil tinggi
Tahun 1962-1991;  T.T. Chang,  seorang pemulia padi yang bekerja pada IRRI, suatu lembaga penelitian padi di Filipina, mengembangkan padi semi-kerdil dengan daya hasil yang  tinggi,  yang meningkatkan hasil padi di Asia sebesar 42%.
Thaun 1940-an – 1990-an;  Edgar E. Hartwig, seorang pemulia kedelai selama setengah umurnya bekerja pada pemuliaan kedelai. Ia menghasilkan kedelai berhasil tinggi dan tahan terhadap penyakit, nematoda dan serangga hama.

Penggunaan Teknologi untuk pemuliaan tanaman:
Tahun 1920-an;  mutagenesis atau induksi mutasi menggunakan agen-agen yang dapat menyebabkan mutasi (mutagenik), seperti radiasi dan bahan kimia, menjadi suatu teknik untuk pemuliaan tanaman.  Pada 1920-an para peneliti menemukan bahwa radiasi dengan sinar-X meningkatkan variasi pada tanaman. Pemuliaan mutasi dipercepat setelah Perang Dunia II, ketika para ilmuwan melibatkan partikel nuklir (seperti alpha, protons dan gamma) sebagai mutagen untuk meginduksi mutasi. Selanjutnya mutagenesis lebih sukses digunakan untuk mengembangkan sejumlah varietas mutan.
Tahun 1944; ditemukan DNA sebagai bahan genetik. Para ilmuwan kemudian mulai memahami dasar pewarisan secara molekuler. Alat  molekuler dikembangkan untuk menfasilitasi pemuliaan tanaman.

Sekarang para ilmuan tidak perlu melalui proses seksual untuk mentransfer gen-gen dari satu tetua ke tetua lainnya. Saat ini gen-gen dapat ditransfer dari suatu jenis organisme ke organisme lainnya.  Teknologi baru itu disebut rekayasa genetika. Kesuksesan antara lain meliputi pengembangkan ketahanan hama pada komoditas pertanian seperti jagung, dengan memasukan gen yang berasal dari bakteri Bacillus thuringiensis. Kultivar-kultvar yang mengandung gen-gen asing dari organisme spesifik untuk ketahanan terhadap hama disebut sebagai kulivar Bt (Bacilius thuringensis), berasal dari nama bakteri tersebut. Tanaman dari aplikasi teknologi transfer gen asing secara umum disebut sebagai tanaman yang direkayasa secara genetik atau genetically modified (GM) plants atau tanaman transgenik.

3.  Peran Pemuliaan Dalam Produksi Tanaman
Para ahli demografi PBB memperkirakan jumlah penduduk dunia pada tahun 2025 berkisar antara 7,5 sampai 8,3 milyar (Population Action International, 2006).  Pada tahun 2025, penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 273 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 0.9% sampai 1.3 % per tahun (BPS, 2007). Patutlah dipikrkan apakah dunia pada tahun 2025 masih bisa menyediakan pangan untuk penduduknya, yang sampai saat ini sudah mencapai 6,5 milyar.
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi pertanian adalah dengan menanam varietas unggul yang dihasilkan dari kegiatan pemuliaan tanaman.  Dilihat dari metode yang digunakan dalam pemuliaan maka terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan pemuliaan konvensional (melalui persilangan, seleksi dan mutasi) dan pendekatan bukan konvensional (melalui rekayasa genetika, transfer gen, marka molekuler).
Pada umumnya proses kegiatan pemuliaan melibatkan:  (1) usaha koleksi plasma nutfah sebagai sumber keragaman, (2) identifikasi dan karakterisasi, (3) induksi keragaman, misalnya melalui persilangan ataupun dengan transfer gen, (4) proses seleksi, (5) pengujian dan evaluasi, (6) pelepasan, distribusi dan komersialisasi varietas. Teknik persilangan yang diikuti dengan proses seleksi merupakan teknik yang paling banyak dipakai dalam perakitan kultivar unggul baru, selanjutnya, diikuti oleh introduksi kultivar, serta teknik induksi mutasi dan mutasi spontan yang juga menghasilkan beberapa kultivar baru.
Institusi-Institusi pemerintah yang berperan dalam berbagai penelitian dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman seperti lembaga penelitian di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, antara lain: Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Tanaman Pangan/Hotikultura/Perkebunan, Balai Besar (BB) Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, BB Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor, serta beberapa balai penelitian (balit), seperti Balit Tanaman Sayuran Lembang, Balit Tanaman Hias Cipanas, Balit Buah-buahan Solok, Balit Jagung dan Serelia lain Maros, Balit Kacang-kacangan dan Ubi-ubian Malang. Juga terdapat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di hampir setiap provinsi. Di lingkup Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, juga terdapat Puslit Kelapa Sawit Medan, Puslit Kopi dan Kakao Jember, Puslit Teh dan Kina Gambung, Puslit Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan, Puslit Karet Sungei Putih, BalitBiotek Perkebunan. Pada komoditas perkebunan yang lain, juga terdapat Balit Tembakau dan Serat Malang, Puslit Tanaman Kelapa dan Palma lain Manado. Selain itu, kita juga memiliki Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Departemen Kehutanan memilki Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta,yang juga secara aktif melakukan riset pemuliaan tanaman.
 Kultivar unggul yang sudah dilepaskan dari berbagai lembaga penelitian pemerintah ini sudah cukup banyak, khususnya untuk tanaman pangan. Sebagai contoh, padi, sebanyak 138 padi sawah, 21 padi pasang surut/lahan rawa dan 6 padi hibrida. Sementara itu, relatif masih sedikit kultivar yang dilepaskan untuk komoditas hortikultura yang dihasilkan lembaga pemerintah (Puslitbang Horti), yaitu 15 kultivar sayuran, 28 kultivar buah-buahan, dan 29 kultivar tanaman hias.
Pada dekade tahun 1960-1970-an, penggunaan varietas unggul padi dan perbaikan teknik budidaya telah mampu meningkatkan produktivitas secara nyata. Daya hasil padi per satuan luas meningkat dari 2-3 ton/ha menjadi 4-6 ton/ha (Nugraha, 2004). Akan tetapi setelah tahun 1980-an, peningkatan produktivitas menjadi semakin kecil. Oleh karena itu, kini di Indonesia diarahkan untuk pembentukan tanaman hibrida dan telah dilepaskan sekitar 31 kultivar hibrida padi. Selain kultivar hibrida, beberapa tipe kultivar padi lainnya adalah tipe IRxx (tahan terhadap hama wereng), rasa enak (IR64) dan padi tipe baru (new plant type) seperti kultivar Ciapus dan Gilirang. Perakitan kultivar hibrida, yang merupakan kultivar turunan pertama, berdaya hasil tinggi (10-20% lebih tinggi dari kultivar biasa) dengan memanfaatkan fenomena heterosis. Pada tanaman jagung, cabai, tomat, kelapa, kelapa sawit, serta beberapa tanaman hortikultura lainnya, kultivar hibrida telah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Pemuliaan untuk merakit tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit, toleran terhadap cekaman lingkungan seperti kekeringan, kadar Al, Fe tinggi, sudah sering dilakukan. Sebagi contoh, perakitan padi tahan hama penggerek dan toleran kekeringan telah dilakukan oleh LIPI. Perakitan tebu yang toleran kekeringan juga dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.
Peran pemuliaan dalam upaya peningkatan kualitas komoditas tanaman adalah perakitan kultivar yang memiliki kualitas tinggi seperti perbaikan terhadap warna, rasa, aroma, daya simpan, kandungan protein, dan lain-lain. Perbaikan kualitas juga berarti perbaikan ke arah kesukaan/preferensi konsumen dan pasar. Karakter kualitas target pemuliaan, sebagai contoh pada tanaman mangga misalnya adalah:  daging buah tebal, rasa manis, tekstur daging buah baik, kadar serat rendah, biji tipis, kulit buah tebal dengan warna menarik serta memiliki daya simpan yang panjang.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sejak tahun 1972 telah melakukan penelitian dengan teknologi mutasi radiasi untuk mendapatkan varietas baru yang unggul. Pemuliaan mutasi kedelai dimulai pada tahun 1977. Sampai dengan tahun 1998 dengan memanfaatkan teknik mutasi radiasi telah dihasilkan 3 varietas unggul kedelai, yaitu Muria dan Tengger, yang dilepaskan pada tahun 1987, dan varietas Meratus yang dilepaskan pada tahun 1998. Hasil dari kegiatan penelitian pengambangan rekayasa untuk kacang-kacangaan ini agak lambat karena penelitian selama ini lebih difokuskan pada varietas padi yang merupakan bahan pangan utama dan lebih memerlukan perhatian untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Beberapa varietas padi yang telah dihasilkan dengan teknik Radiasi seperti Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1.  Varietas Kedelai yang dihasilkan dengan Teknik Radiasi oleh BATAN
Sumber : Pusat Diseminasi Iptek Nuklir BATAN

Di negara maju, meningkatkan hasil (yield) komoditas tanaman dilakukan seperti halnya di Indonesia meliputi meningkatkan hasil atau komponen hasil, meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan serangga hama, dan toleransi terhadap terhadap berbagai cekaman lingkungan. Produksi dari berbagai komodititas utama, seperti jagung, padi, sorghum, gandum dan kedelai, mengalami peningkatan secara nyata di Amerika Serikat dari tahun ke tahun (Gambar 1.). Sebagai contoh, hasil jagung meningkat dari 2.000 kg per hektar pada 1940-an menjadi 7.000 kg per hekter pada tahun 1990. Di Inggris, selama 40 tahun hasil gandum meningkat dari 2.000 menjadi 6.000 kgper hektar. Peningkatan hasil tersebut tidak semata-mata karena perbaikan cara bercocok tanam, seperti pemakaian pupuk dan irigasi, tetapi juga karena peningkatan potensi genetik pada tanaman tersebut dengan menghasilkan dan menggunakan varietas unggul.  Komoditas tanaman yang tidak tahan terhadap penyakit atau genangan dapat menurunkan hasil panen. Dengan demikian varietas unggul dengan ketahanan terhadap penyakit dan serangan hama penting juga terus dilakukan untuk peningkatan hasil dan kualitas hasil panen.















Gambar 1.       Produktivitas komoditas pangan utama yang terus mengalami peningkatan di Amerika Serikat dari tahun 1950-an sampai 2000-an. Peningkatan hasil tersebut tercapai terutama melalui perbaikan sifat dengan pemuliaan tanaman.