Thursday 6 June 2019

Membangun Pertanian Berbasis Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat Pertanian Berwawasan Ilmiah


Ilmu Pengetahuan dan Wawasan Ilmiah dalam Masyarakat Pertanian
       ‘Scientia potentia est’ (‘knowledge is power’ atau ‘pengetahuan adalah kekuasaan’).  Itu motto yang sudah lama dilontarkan (bukan yang pertama) oleh Francis Bacon (1561-1626), yang menekankan betapa pentingnya peranan ilmu pengetahuan bagi manusia, baik secara individu maupun sebagai masyarakat.  Tanpa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi memang sulit bagi manusia moderen untuk bisa hidup makmur dan memiliki kekuasaan atau kekayaaan.  Dalam realitas sosial, sebenarnya pernyataannya tidak mesti sevulgar itu, seolah manusia hanya berorientasi kepada kekuasaan dan kekayaan. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pengetahuan juga sangat diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat.  Terdapat banyak bukti bahwa ada korelasi positif antara kesejahteraan masyarakat suatu negara dengan rata-rata tingkat pengetahuan dan pendidikan rakyatnya.  Negara-negara yang masyarakatnya berwawasan ilmiah umumnya memiliki tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi. Ini bisa dilihat pada data Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index), di negara-negara dengan indeks tingkat pendidikan penduduknya yang tinggi juga memiliki nilai indeks harapan hidup, indeks GDP per kapita dan indeks pembangunan manusia yang tinggi pula (UN Data, A World of Information).  Oleh sebab itu, meningkatkan tingkat pendidikan, membangun masyarakat berbasis ilmu dan pengetahuan, yang pada gilirannya akan mengembangkan wawasan ilmiah di kalangan masyarakat, merupakan suatu keharusan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat itu.
       Namun dalam masyarakat kita kenyataannya masih ditemukan pengertian yang berbeda-beda tentang ilmu pengetahuan.  Juga masih ada kesenjangan antara pengetahuan tradisional dengan pengetahuan moderen, antara keyakinan keagamaan dengan kemajuan iptek, sehingga seringkali terjadi kebuntuan dialog antara kedua sisi itu dan akibatnya sinergi sangat sulit dihasilkan untuk membangun masyarakat yang sejahjtera.
       Bagi kebanyakan masyarakat tradisional, termasuk banyak di antara masyarakat pertanian di Maluku, ‘pengetahuan’ sering lebih diartikan sebagai pengetahuan batin daripada pengetahuan ilmiah, baik dalam bidang sosial maupun alamiah. Pada masyarakat yang demikian ‘talenta’ atau  bakat alam biasanya lebih dihargai daripada perolehan pengetahuan dari proses belajar dan kerja keras.  Pengetahuan yang berupa ‘anugerah’ yang diperoleh dari proses kegiatan spiritual atau keagamaan dianggap lebih ‘berwibawa’ daripada perolehan ijazah dari lembaga pendidikan, bahkan sering lebih diandalkan daripada kompetensi nyata yang merupakan hasil dari proses pendidikan.  Misalnya, ‘orang pintar’ atau dukun, ‘tukang berobat’ dan tabib tanpa pendidikan kesehatan lebih dipercaya mampu menyembuhkan daripada dokter; ‘doa-doa’ lebih diandalkan daripada diagnosis dan obat-obat dari dokter dan apotek.  Penggunaan pupuk dan pestisida sulit disarankan, dan petani cenderung terus mempraktekkan cara-cara pertanian sederhana yang diwariskan dari leluhur yang sudah biasa diterapkan walaupun produktivitasnya tidak optimal.

Baca tulisan lengkapnya,  klik di sini

Agroforestry Berperan Dalam Mitigasi Perubahan Iklim

Agroforestry
Agroforestry adalah praktik penggunaan lahan yang sudah dilakukan sejak lama (kuno) di berbagai wilayah di dunia, dan merupakan perpaduan antara pertanian dan kehutanan.  Sebagaimana hutan tropis, agroforestry di wilayah tropis selain penting dalam produksi pangan juga memainkan peran penting dalam mitigasi perubahan iklim dan merupakan tempat hidup keanekaragaman flora dan fauna. Agroforestry juga dapat berfungsi dalam melestarikan keanekaragaman tumbuhan serta sebagai sumber kayu dan produk non-kayu, seperti buah-buahan, damar, gaharu, madu, nira, dan berbagai bahan anyaman dan kerajinan lainnya, yang penting secara komersial. Oleh karena itu, agroforestry juga dapat dikatakan sebagai sistem pengelolaan penggunaan lahan yang efisien dan terintegrasi dengan pembudidayaan tanaman-tanaman pertanian tertentu, spesies-spesies pohon hutan atau pemeliharaan hewan ternak secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama, dengan praktik pengelolaan yang tepat, yang menghasilkan peningkatan keseluruhan paduan produksi melalui seperangkat kondisi iklim dan tanah dan status sosial ekonomi masyarakat setempat.  Ini melibatkan interaksi antara pohon-pohon penghasil kayu jangka panjang secara ekologis dan ekonomi dengan tanaman atau ternak, yang memberikan pendapakan secara rutin dalam jangka pendek. Hal ini karena tanaman pertanian, tanaman keras/kayu (pohon/tanaman hutan) dan hewan merupakan komponen utama suatu agroforestry (Toppo dan Raj, 2018)
Dengan kata lain, agroforestry merupakan sistem penggunaan lahan yang berkelanjutan secara ekologis, yang mempertahankan peningkatan hasil total dengan menggabungkan tanaman pangan (semusim dan tahunan) dengan tanaman pohon (tanaman keras, tahunan) atau ternak pada suatu satuan  lahan. Satu hamparan lahan agroforestry dapat meliputi batas, gundukan, daerah terlantar dimana sistem ini dapat dilaksanakan. Pelaku agroforestry di daerah tropis biasanya mempertahankan berbagai jenis pohon, misalnya  kelapa (Cocos nucifera), cengkih (Syzygium aromaticum), nangka (Artocarpus heterophyllus), sukun (Artocarpus altilis), mangga (Mangifera indica), durian (Durio zibethinus), langsat dan duku (Lansium domestikum), akasia (Acasia spp), sengon (Albizia chinensis), Gliricidia sepium, Zizyphus mauritiana, Gmelina arborea dan lain-lain di lahannya.  Sistem agroforestry memainkan peranan penting dalam mitigasi perubahan iklim terutama karena komponen pohonnya.  Agroforestry juga dapat membantu meningkatkan produksi makanan (untuk manusia dan juga hewan), serta menyediakan sumber nutrisi atau pendapatan alternatif ketika hasil panen rendah (Toppo dan Raj, 2018).

Baca tulisan lengkapnya, klik di sini

Saturday 1 June 2019

Mengajak Masyarakat Petani dari Lingkup Subsisten ke Agribisnis Melalui Siaran Pertanian

Pendahuluan 
       Indonesia merupakan negara besar yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah.  Pembangunan nasional Indonesia sudah semestinya mampu memanfaatkan sumberdaya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut pembangunan di Indonesia harus dapat mewujudkan perekonomian yang terus mengalami pertumbuhan yang tercermin pada peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.   Undang-undang Dasar kita mengamanatkan bahwa pembangunan ekonomi ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.  Oleh sebab itu, pembangunan ekonomi haruslah menggunakan sumberdayayang dimiliki dan atau dikuasai oleh rakyat banyak.  Dengan demikian pembangunan pertanian yang, yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak, selayaknya mendapat prioritas dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.
       Dalam kaitan dengan pembangunan pertanian di Indonesia, sumberdaya yang dimiliki atau dikuasai oleh rakyat Indonesia meliputi sumberdaya manusia (tenaga, pikiran, waktu, nilai-nilai budaya dan moral) dan sumberdaya alam (lahan, hutan, perairan, keanekaragaman hayati, dan iklim tropis).   Kedua sumberdaya tersebut merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia.  Bila dimanfaatkan dan dikelola dengan baik, sudah semestinya  itu akan menjadikan pertanian Indonesia memiliki keungggukan kompetitif.  Dengan demikian, pembangunan pertanian Indonesia harus didasarkan dan sepenuhnya memanfaatkan dan mendayagunakan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam tersebut (Kwik, 2002). 
       Tak ada satu pun negara yang kini telah menjadi negara industri maju tanpa didahului atau diiringi dengan kemajuan sektor pertaniannya.  Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan nasional, serta memiliki tiga peranan penting, yaitu:  (1) dalam pembentukan produk domestik bruto, (2) sebagai penghasil devisa, dan (3) dalam pelestarian lingkungan hidup.  Sejak berdirinya negara ini, pembangunan pertanian dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional, walaupun terdapat perbedaan implementasi antara pemerintah satu dengan pemerintah lainnya.  Beberapa hal mendasari alasan pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain: potensi sumberdaya alam yang besar dan beragam, besarnya pangsa terhadap pendapatan nasional, besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan (Kwik, 2002).  Pertanian juga sangat penting sebagai penyerap tenaga kerja penduduk, yang di Indonesia pada 2012 sebesar 35.1% penduduk usia kerja berpencaharian di bidang pertanian, belum termasuk berbagai sektor penunjangnya.  Potensi pertanian Indonesia memang besar, namun harus diakui bahwa perjalanan pembangunan pertanian hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika diukur dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusi pertanian pada pendapatan nasional.

Baca tulisan lengkapnya, klik di sini

Monday 27 May 2019

Membangun Pertanian Kepulauan Yang Memuliakan Laut


Tulisan ini saya mulai dengan menyampaikan pandangan saya dari daratan terhadap laut, dan dari pandangan tersebut tentang bagaimana memuliakan laut.  Terlebih khusus akan dibahas bagaimana membangun pertanian kepulauan yang tepat untuk memanfaatkan lahan pada lingkungan pulau-piulau kecil.   
Laut dan lautan meliputi 92,4% dari total wilayah Provinsi Maluku, sekitar 65% dari total wilayah Negara Indonesia (luas laut teritorial, ZEE dan 12 mil), dan sekitar 70% permukaan bumi.  Artinya, laut dan lautan mendominasi wilayah Provinsi Maluku, Negara Indonesia dan dunia, dan dengan demikian mempunyai pengaruh yang sangat  besar terhadap seluruh kehidupan di laut maupun di darat.  Marine science dan oceanoghraphy merupakan cabang-cabang ilmu yang telah berkembang cukup maju, mendiskripsikan berbagai aspek fisik, kimia, biologi dan geografi laut dan lautan.  Telah diketahui laut dan lautan jelas sangat berpengaruh terhadap kehidupan di darat, termasuk kegiatan petanian.  Pada wilayah kepulauan dengan pulau-pulau kecil, pengaruh laut terhadap kehidupan dan aktivitas di darat lebih nyata lagi.
Sebaliknya, kegiatan yang terjadi di darat dalam jangka panjang atau dalam skala yang besar dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap laut dan lautan.  Sungai, laut dan lautan cenderung menjadi sink dari aliran partikel fisik (seperti sedimen), senyawa-senyawa kimia (termasuk polutan), biomasa terdegradasi dan organism, khususnya mikroorganisme, yang dihasilkan atau timbul dari kegiatan pertanian (dalam arti luas) yang terjadi di darat.  Jika aktivitas pertanian berlangsung dalam skala besar dan kurang memperhatikan dampak lingkungan, maka dampak negatifnya tidak hanya terjadi pada muara-muara sungai tetapi bisa sampai pada laut dan lautan yang jauh, karena sifat laut dan lautan itu sendiri yang memiliki pola arus tertentu.  Pada gilirannya, segala sesuatu yang berasal dari kegiatan di darat itu dapat berpengaruh secara negatif terhadap segala dinamika kehidupan di laut.  Laut yang subur dan kaya akan keanekaraganam hayati menjadi laut yang miskin.  Pencemaran juga akan merusak kehidupan di sekitar pesisir, baik secara biologi maupun secara ekonomi, seperti rusaknya lingkungan pesisir, bakau, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, bahkan produktiivitas laut lepas.

Baca tulisan lengkapnya, klik di sini